• Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia
    -
  • MHKI dan IBI Musyawarah Daerah IBI XII Daerah Istimewa Yogyakarta
    Kegiatan Musyawarah Daerah PD IBI DIY dan Seminar Ilmiah dengan tema “Upaya Preventif dan Perlindungan Hukum bagi Bidan dalam Menghadapi Dugaan Malpraktik”
  • Pelantikan DPW Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) DKI Jakarta Periode 2020-2023
  • Seminar Hukum Kesehatan DPW MHKI DKI JAKARTA
    Tema " RISIKO ANCAMAN PIDANA DALAM PELAYANAN KESEHATAN"
  • WEBINAR HUKUM KESEHATAN
    Sisi Hukum Pelayanan Telemedis di Tengah Pandemi COVID-19

Informasi terkini Hukum Kesehatan Indonesia

BENARKAH PERMENKES No 3 Tahun 2020 telah memenuhi Aspek Perlindungan Hukum bagi Penyelenggara Perumahsakitan dan Masyarakat Penerima Pelayanan Kesehatan?

05 Feb 2020 09:18 DPP MHKI

Analisis Mengenai Aspek Perlindungan Hukum

 

Hilangnya pasal 17 tentang Rujukan Berjenjang pada Peraturan Menteri Nomor 30 Tahun 2019 yang berbunyi: “Penyelenggaraan pelayanan kesehatan berjenjang dan fungsi rujukan Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus yang didasarkan pada kriteria bangunan dan prasarana, kemampuan pelayanan, sumber daya manusia dan peralatan”, menimbulkan pertanyaan, karena hal ini bertentangan dengan Pasal 29 Perpres No 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan menyebutkan: “Dalam hal Peserta memerlukan Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan FKTP harus merujuk ke FKRTL TERDEKAT sesuai dengan sistem rujukan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan”. 

 

Tidak hanya menimbulkan pertanyaan dan kekhawatiran namun tidak memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pelaku jasa pelayanan kesehatan dan masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan.

Padahal Mekanisme mengenai Rujukan sebelumnya telah diatur juga dalam Pasal 15 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 yang menyebutkan jelas;

  1. Pelayanan Kesehatan Tingkat II HANYA dapat diberikan atas Rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat Pertama
  2. Pelayanan Kesehatan Tingkat III HANYA dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan TK II atau TK I
  3. Ketentuan tersebut dikecualikan pada Keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis dan pertimbangan kesediaan fasilitas.

 

Tujuan Sistem Rujukan terstruktur adalah;

  1. Untuk menjamin pelaksanaan kontinuitas perawatan
  2. Untuk menjamin anggota JKN
  3. Untuk mendapatkan manfaat kesehatan dan perlindungan pada kebutuhan dasar kesehatan pasien
  4. Untuk meningkatkan efektifvirs dan efisiensi dalam sistem kesehatan
  5. Untuk memperkuat fasilitas kesehatan perifer
  6. Untuk meningkatkan kemampuan untuk pengambilan keputusan di fasiliras kesehatan tingkat rendah
  7. Untuk meningkatkan kolaborasi antara 3 tingkat fasilitas kesehatan

 

Perlunya sistemm Rujukan berjenjang;

  1. Pelayanan berkelanjutan
  2. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi Sistem Kesehatan
  3. Faskes Primer diberdayakan

 

Dampak Rujukan Tidak berjenjang;

  1. Penumpukan Pasien di Rumah Sakit Rujukan
    1. Penambahan poli dan tempat tidur tidak pernah cukup
    2. Waktu tunggu pasien lebih lama
    3. Biaya (transport dan opportunity cost) lebih tinggi
    4. Mutu layanan di Rs Rujukan Menurun
  2. Pasien yang membutuhkan pelayanan menjadi terhambat
    1. Antrian rawat jalan yang lama
    2. Pasien ditolak di RS Rujukan karena tempat tidur penuh
  3. Transfer Knowledge ke layanan Primer tidak terjadi
  4. Tidak meratanya fasilitas kesehatan
  5. Promotif, Preventif dan Rehabilitatif kurang berfungsi
  6. Kesalahan Poli tujuan karena pasien berkunjung ke Rumah Sakit tanpa dirujuk dokter di layanan primer
  7. Biaya pelayanan tidak terkendali
    1. Biaya pelayanan meningkat
    2. Biaya tidak dapat diprediksi

 

KESIMPULAN

 

Profesi dokter dan atau dokter gigi perlu mendapatkan jaminan perlindungan hukum dalam memberikan kepastian dalam melakukan upaya kesehatan kepada pasien sebagaimana disebutkan dalam pasal 50 Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 demikian juga tenaga kesehatan yang disebutkan dalam 27 Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 jo pasal 57 Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2014 jo pasal 36 Undang – Undang Nomor 38 tahun 2014 jo Pasal 60 Undang – Undang Nomor 4 tahun 2019 dirasakan belum terlihat jelas dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2020 ini.

 

Sama halnya dengan dokter maka tenaga kesehatan yang merupakan bagian dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat diberikan hak untuk mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. Dengan demikian, dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sepanjang dilaksanakan dengan iktikad baik dan sesuai dengan standar pelayanan kesehatan yang berlaku, maka undang – undang menjamin perlindungan hak – hak kepentingannya.

 

Dengan dihilangkannya pasal yang mengatur tentang rujukan berjenjang justru tidak memberikan kepastian dan perlindungan hukum baik bagi pelaku jasa pelayanan kesehatan dan penyelenggara pelayanan kesehatan namun juga bagi masyarakat, Bila Orientasi Rujukan adalah Hanya berdasarkan banyaknya jumlah tempat tidur.

 

Bagaimana Kedepannya?

 

Dampak diberlakukannya PMK No 3/2020:

  1. Kuantitas dan Kualitas dokter tidak akan merata di masing – masing Rumah Sakit. SDM Tenaga medis akan menumpuk di satu rumah sakit yang dianggapnya lebih ‘menjanjikan’ dan Rumah Sakit lain tidak memiliki dokter.
  2. Belum jelasnya mengenai standar pelayanan, standar tarif dan standar biaya dalam sistem rujukan.